Ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh manusia. Kesadaran akan pentingnya memiliki ginjal yang sehat membuat seluruh dunia sejak tahun 2006 mengadakan peringatan Hari Ginjal Sedunia setiap hari kamis minggu kedua di bulan Maret. Tahun ini Hari Ginjal Sedunia jatuh pada tanggal 14 Maret 2024 dengan mengangkat tema "Kesehatan Ginjal Untuk Semua: Meningkatkan pemerataan akses pelayanan dan praktik pengobatan yang optimal".
Kampanye dilakukan di seluruh dunia lewat berbagai kegiatan untuk mengingatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku yang sehat untuk mencegah gangguan ginjal dan bagi penderita gangguan ginjal diingatkan pula untuk tetap bersemangat hidup berkualitas dengan penyakit ginjal.
Peran penting ginjal bagi tubuh manusia adalah untuk membuang limbah sisa metabolisme dan kelebihan air dalam tubuh. Bayangkan saja jika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi ini, maka tubuh akan keracunan zat-zat toksik dan terjadi pembengkakan akibat penumpukan cairan dalam tubuh. Selain itu ginjal ternyata juga ikut membantu terbentuknya sel-sel darah merah dengan memproduksi suatu hormon yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah yaitu hormon eritropietin, sehingga jika terjadi gangguan ginjal akan menyebabkan kondisi anemia (kekurangan sel darah merah). Ginjal juga berperan menjaga keseimbangan kadar mineral-mineral penting dalam tubuh, menjaga tekanan darah, dan menjaga kesehatan tulang.
Penyakit gangguan fungsi ginjal terbagi dalam dua kelompok besar yaitu cedera ginjal akut dan penyakit ginjal kronis. Cedera ginjal akut disebabkan karena beberapa macam kejadian dalam waktu singkat (jam-hari) seperti penyakit infeksi berat, gagal jantung, kekurangan cairan, sumbatan akut oleh tumor/batu, keracunan obat/zat, dan bahkan keracunan kehamilan. Sedangkan penyakit ginjal kronis adalah kondisi ginjal yang mengalami kerusakan dalam jangka waktu lama, yaitu lebih dari tiga bulan sehingga tidak mampu melaksanakan berbagai fungsinya dengan baik. Penyakit ginjal kronis terbagi dalam lima stadium yang dibedakan berdasarkan kecepatan filtrasi glomerulus dan perhitungannya dengan menggunakan tingkat kreatinin serum. Penyakit ginjal kronis stadium I-IV masih bisa ditangani secara konservatif, tetapi pada stadium V pasien harus mendapatkan bantuan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal ini bermaksud untuk menggantikan peran ginjal yang sakit, sehingga pasien tidak mengalami kondisi uremia (keracunan toksin uremik). Terapi pengganti ginjal adalah dengan melakukan hemodialisis dengan mesin atau juga bisa dengan metode peritoneal dialisis. Pada hemodialisis, peran ginjal dilakukan oleh sebuah alat "ginjal buatan" yang disebut dializer. Dializer inilah yang akan melakukan pembersihan darah pasien dari zat-zat toksik dan sekaligus membuang kelebihan cairan dari tubuh pasien. Tindakan hemodialisis harus dilakukan secara rutin seperti halnya ginjal normal juga rutin setiap saat melakukan fungsi membersihkan darah dari zat toksik sisa metabolisme tubuh. Tujuan akhirnya adalah pasien dengan gangguan ginjal kronis tetap dapat hidup berkualitas melalui pengobatan hemodialisis rutin. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum paham tentang manfaat hemodialisis. Adanya rumor negatif tentang hemodialisis atau istilah awamnya "cuci darah", membuat sebagian pasien takut dan menolak menjalani hemodialisis sehingga berakibat fatal karena menderita berbagai komplikasi akibat toksik uremik. Dengan penyuluhan dan edukasi tentang penyakit ginjal dan pengobatannya secara benar, tentunya akan menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang hemodialisis.
Berdasarkan data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018, prevalensi penderita penyakit ginjal kronis di Indonesia adalah sebesar 0,38%. Kalimantan Utara tercatat memiliki prevalensi tertinggi yaitu 0,64% sedangkan prevalensi terendah adalah di Sulawesi Barat dengan angka 0,18%. Kejadian penyakit ginjal kronis di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa hal, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, yaitu terbanyak berkaitan dengan masalah kualitas air minum, makanan berlemak, dan penyakit diabetes mellitus. Penyakit ginjal kronis sering terjadi sebagai komplikasi dari penyakit diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran kencing, infeksi ginjal berulang, penggunaan obat-obat tertentu yang merusak ginjal dalam jangka panjang seperti obat penghilang nyeri, pola makan dan gaya gidup yang tidak sehat, minuman bersoda/alkohol, serta ada pula yang disebabkan oleh penyakit genetik pada ginjal. Dengan menghindari faktor-faktor penyebab tersebut, tentunya ginjal kita lebih terjaga kesehatannya. Bagi penderita diabetes mellitus dan hipertensi wajib melakukan pengobatan dan kontrol secara rutin supaya kadar gula darah dan tekanan darahnya senantiasa terkendali dalam batas normal. Komplikasi penyakit ginjal kronis lebih cepat terjadi pada pasien yang kadar gula darah dan tekanan darahnya tidak terkendali di atas batas normal.
Wilayah negara Indonesia yang sangat luas dari kota besar sampai pegunungan atau pesisir laut, menjadi tantangan juga bagi penyediaan layanan pengobatan untuk pasien penyakit ginjal. Mesin hemodialisis belum tersedia di semua rumah sakit di Indonesia. Jumlah mesin hemodialisis di tiap rumah sakit juga belum bisa melayani semua penderita penyakit ginjal kronis. Masih terdapat daftar antrian pasien untuk bisa mendapatkan jadwal rutin hemodialisis. Belum lagi masalah transportasi pasien juga menjadi kendala. Meskipun biaya berobat termasuk tindakan hemodialisis sudah gratis dengan program JKN/BPJS, tetapi biaya perjalanan masih harus ditanggung sendiri oleh pasien. Jarak rumah yang jauh dari rumah sakit, membuat pasien yang tidak mampu dan tidak punya biaya menyewa mobil atau kapal untuk perjalanan setiap minggu dua kali perjalanan pulang pergi ke rumah sakit, membuat sebagian pasien terpaksa tidak dapat melanjutkan pengobatannya.
Sebagai kesimpulan, penanganan penderita dengan penyakit ginjal kronis butuh kerjasama dari berbagai pihak termasuk pemerintah daerah supaya semua pasien bisa mengakses layanan pengobatan dengan optimal.
Selamat Hari Ginjal Sedunia 14 Maret 2024
oleh: dr. Widy Helen, SpPD, FINASIM - RSUD Panglima Sebaya - Kabupaten Paser